Selasa, 29 Desember 2009

Kasus Bibit - Chandra, Cerminan Bobrok Hukum Negara Indonesia

Begitu rumit bila melihat kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah. Jujur saya sebagai orang awam dan belum tahu tentang hukum di negara Indonesia merasa bingung tentang kasus ini. Mulai dari dijadikannya Anggoro sebagai tersangka, pembentukan Tim Lima oleh presiden, munculnya pernyataan Cicak Lawan Buaya sampai penahanan Bibit-Chandra. Selama saya mengikuti kasus ini dari berbagai media cetak dan elektronik kasus ini seperti sebuah cerita dongeng yang membingungkan pendegarnya, Bagaimana sih jalan cerita ini sebenarnya?
Setidaknya ada tiga akar dari cerita ini ya kemudian memuncak saat semua orang di negeri ini begitu antusias mendengar rekaman percakapan antara Anggodo dan para penegak hukum. Ketiga akar itu adalah:
  1. Kasus suap proyek pengadaan alat sistem komunikasi radio terpadu di Departemen Kehutanan.
  2. Kasus pembunuhan Nasrudin yang melibatkan Antasari Azhar sebagai terdakwa.
  3. Kasus perampokan bank Century oleh pemiliknya sendiri yang berujung pada pemberian dana talangan (bail-out) sebesar Rp. 6,7 triliun oleh pemerintah.

Kasus Bibit Samad Rianto – Chandra M. Hamzah yang menjadi polemik diantara KPK, Polri, dan kejagung. Memperlihatkan kepada masyarakat bagaimana bobroknya hukum negara kita yang dapat dikendalikan oleh kekuasaan dan uang. Contoh lain adalah kasus Prita dan RS Omni. Inilah cerminan hukum negara kita yang dipenuhi para mafia peradilan. Begitu mahalkah harga sebuah keadilan? Sampai kapan keadilan negara kita ditentukan oleh sebuah kekuasaan dan uang?

Kasus ini dapat menjadi titik balik negara kita untuk segera berbenah, mereformasi total penegak hukum. Tidak hanya polisi, KPK dan sebagainya, Tapi juga mereformasi peradilan dan pengacara. Hal ini merupakan harapan agar terdapat pembenahan pada para personel penegak hukum, agar efektif dalam menjalankan penegakkan hukum di negara ini.

Kemelut kasus Bibit dan Chandra harus pula menjadi pelajaran bagi Presiden Yudhoyono untuk lebih berhati- hati memilih partner jika memang serius memerangi korupsi. Sebab, kasus ini telah membuka mata publik. Gerakan reformasi yang dimulai pada 1998 ternyata belum bisa membersihkan institusi seperti kepolisian dan kejaksaan. Makelar kasus masih merajalela. Dengan kata lain, Presiden belum bisa mengandalkan dua institusi ini untuk memberantas korupsi. Maka, sungguh keliru bila pemerintah memusuhi KPK, lantaran lembaga ini justru amat dibutuhkan.

Untuk itu kasus ini menjadi titik tolak Presiden yudhoyono dan institusi hukum menjadi lebih baik kedepannya.

0 komentar:

Posting Komentar